Pesan Singkat Yang Melupakan Silaturahmi


TEMA : nilai-nilai budaya yang terlupakan kaitannyaa dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi



Short Message Service atau yang lebih dikenal dengan SMS sudah sangat familiar ditelinga kita beberapa tahun yang lalu. SMS boleh dibilang sudah menjadi kebutuhan dasar pengguna telepon seluler (ponsel), bahkan mampu mengalahkan layanan voice atau komunikasi yang menggunakan suara.
SMS (Short Message Service) adalah pesan pendek dalam bentuk teks yang hidup berkembang dalam dunia telekomunikasi seluler. Sekilas fasilitas ini tidak jauh beda dengan layanan pesan teks dari perangkat sebelumnya, yaitu pager yang kini sudah menjadi baranglangka, bahkan sudah mendekati kepunahan.

Sejarah SMS muncul pada Desember 1992. Pesan itu dikirim dari sebuah komputer ke sebuah telepon seluler dalam jaringan GSM milik operator seluler Vodafone di Inggris. Menjelang umurnya yang ke 16 tahun, SMS semakin banyak digunakan oleh pelanggan dari berbagai kalangan. Mulai dari anak- anak yang masih duduk dibangku sekolah dasar hingga para orang tua yang sudah mulai lanjut.
Namun dibalik perkembangan sms yang begitu cepat, kita sebagai manusia sudah melupakan tradisi silaturahmi secara langsung, karena beranggapan sms merupakan sesuatu yang fleksibel dan praktis, sejak ada sms saat lebaran kita hanya melakukan kata-kata selamat lebaran, padahal budaya kita yang sesunggunhya adalaha melakukan silaturahmi. Itulah saya menganggap bahwa sms melupakan salah satu teknologi yang melupakan kebudayaan masyrakat Indonesia sekian artikel dari saya semoga bermanfaat.

REFF : http://mypulsa01.wordpress.com/2008/05/29/sejarah-sms-part1/

Harapan dari Seorang Penari Gandrung

TEMA : MANUSIA DAN HARAPAN

Rumah itu berukuran 6×7 meter. Cat putih di dindingnya mulai lusuh. Lantai semennya penuh lubang. Plafon bambu di atap rumah, mulai tercabik di sana-sini. Perabotan di dalam rumah tak ada yang mewah. Hanya empat kursi kayu kusam berjejer di ruang tamu. Di belakangnya, terdapat dua lemari kuno yang berdirinya mulai miring. Hanya teve i4 inch dan VCD Player yang menjadi barang berharga, menghiasi di pojok ruangan.

Di rumah yang terlampau sederhana itulah, lahir dan tumbuh seorang penari dan penyanyi Gandrung Banyuwangi, Temu Misti. Di usianya yang beranjak senja, 55 tahun, perempuan setinggi 165 cm berperawakan kurus ini, menjadikan gandrung adalah bagian tak terpisahkan dari hidupnya.

Bersama kelompok kesenian Gandrung, Sopo Ngiro yang dia rintis sejak 1980, Temu menari dari satu tanggapan ke tanggapan lainnya. Dia mempertahankan pakem gandrung ditengah bermunculannya penari gandrung lain yang identik sebagai hiburan para pemabuk. Perempuan yang tak lulus sekolah rakyat ini ingin menunjukkan kalau gandrung bukan kesenian murahan. “Kalau saya berhenti, habislah riwayat gandrung,” ujar Temu, Minggu (2/8).

Selain tubuh gemulai, Temu dianugerahi suara emas yang tidak dimiliki gandrung lain. Melengking tinggi dengan cengkok using khas. Selain menari, ia biasa menjadi sinden gandrung dalam setiap pagelaran. Ia juga satu-satunya yang mampu mengkolaborasikan suara gending gandrung dengan lagu Banyuwangi modern. Para peneliti, menyebut suara gandrung Temu, adalah sebuah eksotisme timur.

Tempat lahir Temu di Dusun Kedaleman, Desa Kemiren, sekitar tujuh kilometer dari kota Banyuwangi dulunya adalah kantung kesenian gandrung. Temu kecil, hampir tak pernah melewatkan menonton gandrung. Ia juga terbiasa mengintip para penari gandrung berlatih. Namun tak pernah terbersit di pikirannya untuk menjadi penari gandrung. “Dari awal keluarga tak pernah setuju,” kata Temu.

Semasa kecil, anak tunggal Mustari dan Supiah ini sakit-sakitan. Hampir putus asa keluarganya membawa Temu berobat ke dukun. Suatu hari sepulang berobat ke dukun, ibunya mampir ke salah seorang seniman gandrung, Mbah Ti’ah. Di sana, Temu meminta makan. “Saya makan dengan lahap,” kata Temu. Si empu gandrung lantas berpesan: “Jadikan dia gandrung kalau besar nanti,”

Pementasan pertama Temu berada di Dusun Gedok, tak jauh dari tempatnya tinggal, saat usianya menginjak 15 tahun. Ia hanya berlatih sehari dan mampu membawakan tarian gandrung dengan apik. Ia juga tak kesulitan membawakan lagu-lagu gandrung. Temu memulai jalan hidupnya sebagai gandrung.

Perempuan penyuka kopi ini mulai masuk dapur rekaman sekitar tahun 1970-an. Saat itu, sudah bermunculan rumah-rumah produksi, pencipta lagu, dan penyanyi lagu Banyuwangi. Album pertamanya masih berkaitan dengan lagu-lagu gandrung. Album-album saat itu masih dijual dalam bentuk kaset. Harganya, kata Temu, sekitar Rp 75.

Saat ini Temu masih aktif menyanyi, lagu-lagunya lebih modern. Salah satu single hits yang meledak di pasaran berjudul Ojo Cilik Ati. Upah rekaman tidak dihitung berdasarkan royalti atau banyaknya kaset yang laku. Melainkan dihitung per paket, antara Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per lagu. Tanpa ada surat kontrak.

Upah itu, kata Temu, jauh lebih tinggi dibanding ia menari. Saat menjadi gandrung, bayaran satu kelompok memang besar, yakni Rp 2 juta. Tapi setelah dibagi-bagi dengan lima penabuh, dan seorang tukang rias, bersih ia hanya terima Rp 250 ribu. Karena itu ia tak pernah protes dengan upahnya rekaman. Sebagai seniman tradisional, Temu tak pernah pernah menggugat dengan urusan hak cipta intelektual atau tetek bengeknya. “Gak paham dengan begituan,” tuturnya.

Tahun 1980, suara emas Temu direkam Smithsonian Folkways, Amerika Serikat, milik Philip Yampolsky. Dalam album Songs Before Dawn yang dirilis 1991, Temu menyanyi sebelas lagu gandrung, antara lain, delimoan, Chandra dewi, dan seblang lokento. Bertahun-tahun, rupanya Temu tak pernah tahu kalau album itu dijual di sejumlah situs bisnis di Amerika dan Eropa. Di situs Amazone.com, misalnya, yang dibuka Tempo Rabu lalu (5/8), CD Songs Before Dawn dijual seharga 16,98 US Amerika. Yang Temu tahu, kalau saat itu suaranya direkam untuk kegiatan penelitian kebudayaan Indonesia. Ia dibayar Rp 250 ribu, tanpa sebuah surat kontrak.

Temu baru mengetahui sekitar tahun 2007 dari Farida Indriastuti, kontributor lepas kantor berita Italia yang melakukan penelitian tentang multikulturalisme. Konon kabarnya, album Temu itu mencetak penjualan miliyaran rupiah. Namun penghargaan kepada Temu, tak lebih dari sebuah figura berbingkai kayu coklat polos, berisi sampul album Songs Before Dawn. Figura itu dipajang Temu di dinding rumahnya. “Bangga, tapi juga kecewa,” ungkapnya setiap kali menatap figura yang barangkali harganya tak lebih dari Rp 5 ribu. “Ya, mau gimana lagi? Biar Tuhan yang membalas,” ucap Temu, yang menjanda sejak tahun 1980.

Toh, besarnya kekecewaan di dada Temu tak pernah membuatnya surut dari dunia gandrung. Ia sudah bertekad tidak akan mundur sebelum memiliki pengganti. Untuk mencetak generasi, tahun 1995 ia mencoba melatih 10 anak gadis di desanya. Tapi seluruhnya gagal. Menurut Temu, sangat sulit mencari pengganti yang mau menari karena benar-benar mencintai gandrung. “Kalau sudah ada yang menggantikan, saya ingin istirahat,” katanya. IKA NINGTYAS

Bertahan Dari Ancaman
Gandrung, kesenian asli Banyuwangi bisa dikatakan satu genre dengan kesenian Tayub di Jawa Tengah. Kesenian Gandrung menampilkan penari perempuan, dengan lima-tujuh penabuh gending. Terdapat sesi, dimana gandrung menari bersama-sama dengan tamu. Gandrung biasa ditampilkan dalam hajatan, seperti pesta perkawinan, sunatan, maupun acara seremonial lain. Pertunjukan gandrung dimulai jam sembilan malam hingga menjelang subuh.

Di awal kemunculannya, sekitar tahun 1900-an, penari gandrung adalah laki-laki. Gandrung dengan gending-gendingnya, dimainkan sebagai bentuk perlawanan masyarakat Banyuwangi terhadap kolonialisme bangsa barat. Gandrung dengan penari perempuan baru muncul pada 1895, setelah Islam masuk dan melarang laki-laki menjadi penari.

Setelah Indonesia merdeka, gandrung berubah fungsi. Dari semula sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah, gandrung menjadi hiburan. Tahun 1990-an, pementasan gandrung diidentikkan dengan para pemabuk karena selalu tersedia minuman keras. Sorotan miring terhadap gandrung mulai merebak. Gandrung mulai terpinggirkan.

Menurut Temu Misti, seniman yang mempertahkan bentuk asli gandrung, kondisi itu diperparah dengan maraknya tontotan modern seperti elekton dan karaoke. Kelompok-kelompok kesenian gandrung menjadi tidak lagi patuh dengan pakem demi mengejar setoran. Harga pertunjukan mau dibayar murah sekitar Rp 750 ribu sehingga memukul kelompok kesenian Temu yang bertahan dengan Rp 2 juta. Penari-penari gandrung diciptakan secara instant tanpa penghayatan.

Di tengah ancaman ini, belum ada perlindungan dari Pemerintah Kabupaten setempat. Permintaan manggung semakin surut. Kalau dulu bisa manggung tiap malam, kata Temu, sekarang sebulan tiga kali sudah bagus. Ia tak berani menggantungkan hidup sepenuhnya dari gandrung. Ia menyambi pendapatan lain. Setiap pagi pergi ke sawah. Sore merawat beberapa ekor ayamnya. Hiburan satu-satunya, adalah Ryan Wibowo, 11, ponakannya yang ia rawat sedari kecil. “Kami memang seperti hidup-hidup sendiri,” katanya dalam suara lirih. IKA NINGTYAS

Cerita di atas adalah harapan dari penyanyi gandrung yang ingin melastarikan budaya serta mencari nafkah dari tarian daerah tersebut, tapi nyatanya sekarang dia bisa menari sepenuhnya seperti dulu, di karenakan sudah jarang masyarakat yang mengenal dan meminggirkannya, karena banyak yang beranggapan penari gandrung mengudang syahwat buat pria yang mabuk.
Inilah harapan satu-satunya bagaimana masyarakat tidak menilai jelek tarian gandrung dan bahkan melestarikannya.

REFF : http://kauseba.wordpress.com/2011/01/04/eksotisme-timur-yang-terpinggirkan/


Akibat Gelisah dan Tidak Tahan Malu Bapak Gantung Diri

TEMA : MANUSIA DAN KEGELISAHAN

Diduga malu lantaran putrinya hamil di luar nikah, Jumadi, 45 warga Dusun Dawuhan, Desa Purwokerto, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri nekad gantung diri.
Bapak dua anak itu mengakiri hidupnya di dalam kamar. Korban baru diketahui setelah Suwanto,31, tetangganya mendobrak pintu kamar dengan ukuran (2 X 2) meter karena dalam kondisi terkunci itu.
“Mbak Demes (istri korban, red) memanggil-manggil saya untuk memeriksa suaminya yang berada di dalam kamar. Ketika saya dobrak pak Jumadi sudah gantung diri di blandar dengan menggunakan taltampar warna putih,” ungkap Suwanto, Rabu (23/6)

Melihat suaminya bergelantungan, Demes shock. Ia hanya mampu menangis sambil memegangi tubuh suaminya yang mulai kaku. Kegaduhan di rumah korban langsung menarik perhatian warga. Dalam sekejap rumah petani itu sudah dikerumuni massa
“Kami meminta tolong warga, dan melaporkan kejadian itu ke Polsek Ngadiluwih,” imbuh Suwanto. Kurang lebih lima menit kemudian, petugas dari Polsek Ngadiluwih datang ke lokasi.
Petugas segera menurunkan jenazah korban dan memeriksanya. Selanjutnya, tim medis dari Puskesmas Ngadiluwih melakukan visum di TKP. “Tidak ada tanda-tanda bekas penganiayaan pada tubuh korban,” ujar Kanit Reskrim Polsek Ngadiluwih Aiptu Sarwo Edi.
Guna penyelidikan lebih lanjut, petugas membawa tali tampar dan pakaian korban untuk dijadikan barang bukti (BB). Polisi juga masih memeriksa sejumlah saksi, untuk dimintai keterangan.
Aiptu Sarwo Edi menambahkan, motiv bunuh diri korban diduga karena depresi setelah putrinya dihamili pria tak bertanggung jawab. Latar belakang persoalan itu dibenarkan oleh Jasno, 36, tetangganya.
Putri malang korban itu sebut saja bernama Bunga,15, siswi kelas II SMP di wilayah Ngadiluwih. Putri sulung korban kini tengah mengandung tujuh bulan, tanpa suami. Bahkan, Bunga terpaksa keluar dari sekolahnya karena malu menanggung aib.
“Yang saya sayangkan itu si laki-lakinya, tidak mau bertanggung jawab. Bahkan, kabarnya si pria nakal itu sudah menikah dan istrinya juga tengah mengandung. Akan tetapi, kalau memang benar dia yang berbuat, sudah seharusnya bertanggung jawab,” beber Jasno.
Karena beban moral itu, korban yang sudah memiliki riwayat gangguan mental kambuh. Bahkan, apabila teringat cengan keadaan putrnya, korban mengamuk, dan hendak memukuli anaknya.
“Sejak kemarin itu sudah tidak bisa tidur. Korban seperti orang yang gelisah, dan terus mondar-mandir. Bahkan, sebelum gantung diri tadi pagi, korban sempat membawa cangkul dan berjalan bolak-balik,” ungkap Sulastri, warga lain.
Yang membuat warga trenyuh, putra bungsu korban yang masih duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar (SD) sempat mengatakan akan ikut bunuh diri seperti ayahnya. “Kami khawatir ibunya ikut shock dan mentalnya terganggu. Sehingga nasib anaknya menjadi terancam,” kata Jasno sambil meneteskan air matanya.
Sementara itu, Aiptu Sarwo Edi, ketika dikonfirmasi mengenai peristiwa yang tengah menimpa putri korban mengaku, pihaknya tengah menunggu laporan korban.
“Kalau melihat ceritanya, bisa dijerat Undang-undang perlindungan anak. Namun, kasus itu tergolong delik aduan. Jadi, harus ada laporan dari korban,” pungkas Sarwo.

Kasus di atas adalah akibat tidak tahan dengan kegelisahan terus menerus dan mengakibatkan depresi sehigga bunuh diri


REFF : http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/06/23/anak-hamil-di-luar-nikah-bapak-gantung-diri





Jadi Korban Tabrak Lari Konvoi Mobil di Tol

TEMA : MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

Naas menimpa seorang penyapu tol, Firmansyah (21). Dia ditabrak pengendara mobil yang tengah melintas di bahu jalan. Akibatnya Firman mengalami luka sobek di dagu dan kaki kiri terkilir. Biasanya hanya rombongan pejabat yang melintas di bahu tol kala pagi hari.
Peristiwa naas itu terjadi sekitar pukul 08.00 WIB, Jumat (15/4), di Kilometer 9.600 Tol Grogol arah ke Cawang, tepatnya dekat Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat.

Kepada detikcom dia menceritakan, ketika peristiwa terjadi dirinya tengah menyapu bahu jalan dari sampah yang berserakan.

"Saya balik badan mobil itu langsung nabrak badan saya," kata Firman saat ditemui di kantor Pemeliharaan Jalan Tol Jasa Marga, Jl Kampung Dukuh, Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (15/4).

Peristiwa tersebut berlangsung cepat. Saat mobil menabrak, dirinya langsung terpental sejauh 4 meter dan terseret aspal jalan.

"Mobilnya langsung kabur, saya enggak sempat lihat plat nomor mobil," katanya.

Dia juga tidak mengingat, mobil lainnya yang beriringan dengan kendaraan yang menabraknya itu. Yang ada, dia hanya bisa menahan rasa sakit yang dideritanya.

Saat peristiwa terjadi, jalanan tengah ramai kendaraan. Setiap kendaraan yang melintas di sana dilarang menyerobot bahu jalan untuk keluar dari kemacetan tol.

"Tapi kalau ada pejabat yang mau lewat biasa pakai jalan itu," katanya.

Firman tidak bisa memastikan apakah kendaraan berjenis jeep itu adalah bagian dari konvoi pejabat atau bukan. Pasalnya, dia tidak bisa memastikan berapa jumlah kendaraan yang turut dalam lintasan bahu jalan yang dilalui saat itu.

"Saya enggak dengar ada sirine," jelas penyapu jalan yang telah bekerja 5 tahun itu.

Firman sempat ditolong seorang pengendara yang melihatnya merintih kesakitan di bahu jalan. Pertolongan tersebut didapatnya setelah 20 menit berlalu. Sang penolong lantas membawanya ke RS Tebet untuk mendapatkan pertolongan pertama.

"Dada saya sakit, kaki kiri saya enggak bisa lurus," keluhnya.

Contoh Kasus di atas adalah contoh manusia yang tidak punya tanggun jawab dan jalan seenaknya tidak melihat kanan dan kiri jalan

REFF: http://www.detiknews.com/read/2011/04/15/143534/1618284/10/duh-penyapu-jalan-jadi-korban-tabrak-lari-konvoi-mobil-di-tol

Pandangan Hidup Bung Hatta


TEMA : MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP

Bung Hatta yang dilahirkan di Bukittinggi, 12 Agustus 1902 dianggap memiliki tiga nilai prinsip hidup yang utama, yaitu: santun, jujur, dan hemat. Nilai-nilai yang menjadi kepribadian Bung Hatta itu sampai sekarang tentu masih sangat relevan untuk dilaksanakan.
Sepanjang hidupnya, Bung Hatta berperilaku senantiasa menampilkan sikap yang santun terhadap siapa pun. Baik kawan maupun lawan. Terhadap Bung Karno yang pada masa sebelum kemerdekaan melakukan kerja sama cukup erat namun kemudian mereka tidak dapat bekerja sama secara politik, tetapi sebagai sesama manusia, Bung Hatta masih menghormatinya. Ketika Bung Karno sakit, Bung Hatta menengoknya. Demikian pula sebaliknya. Kesantunan menjadi sikap dalam hidupnya untuk saling menghargai.
Bila ada pejabat negara yang paling jujur, semua orang Indonesia akan menyebut nama Bung Hatta. Bukan hanya jujur, tetapi ia juga uncorruptable. Tak terkorupsikan, demikian menurut Jacob Utama, Pemimpin Umum harian Kompas. Kejujuran hatinya membuat dia tidak rela untuk menodainya melakukan tindak korupsi.

Padahal, pejabat lain melakukan hal buruk itu. Kalau saja ia mau melakukan korupsi, barangkali bukan hanya sepatu merek Bally yang mampu dibelinya. Bisa saja ia memiliki saham di pabrik sepatu dan berganti-ganti sepatu baru setiap hari. Tetapi, ia tidak melakukan semua itu. Ia hanya menyelipkan potongan iklan sepatu Bally yang tidak terbelinya hingga akhir hayat. Bila dilihat pada kondisi sekarang, seharusnya masa lalu juga demikian, tentu hal ini merupakan sebuah tragedi.
Seorang mantan wakil presiden, orang yang menandatangani proklamasi kemerdekaan, orang yang memimpin delegasi perundingan dengan Belanda –negara yang pernah menjajahnya, hingga Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia, ternyata tidak mampu hanya untuk sekadar membeli sepasang sepatu bermerek terkenal.
Bahkan, dalam berbagai versi disebutkan, untuk membayar rekening air dan listrik, Bung Hatta yang mengandalkan hidupnya dari uang pensiunan seorang wakil presiden ternyata tidak cukup. Apalagi untuk membeli keperluan lain, seperti sepatu, yang dianggap oleh dirinya sebagai pemenuhan kebutuhan pribadi. Ia masih memikirkan kehidupan keluarga, istri dan tiga orang anaknya.
Sampai akhir hayatnya Bung Hatta dikenal sebagai orang yang tetap sederhana. Dengan pengalaman dan pergaulannya yang sangat luas, serta memiliki pemahaman yang mendalam di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, rasanya tidak akan sulit bagi Bung Hatta untuk berlaku tidak sederhana. Ia bisa menjadi orang yang kaya secara materi, dan tidak perlu merasakan kesulitan dalam hidupnya. Tetapi, visi keneragarawannya mengatakan dia harus menjaga simbol kenegaraan. Bukan untuk dirinya sindiri. Maka, ia menikmati hidup dari uang pensiun. Dengan jumlah yang tidak seberapa, namun mampu melaksanakan gaya hidup yang hemat, uang pensiun itu “cukup” menghidupinya sekeluarga. Bagi Bung Hatta, tentu saja sangat mudah menerima tawaran bekerja dari berbagai perusahaan, baik lokal maupun internasional. Tetapi, bagaimana dengan citra wakil presiden. Bagaimana mungkin seorang mantan wakil presiden menjadi konsultan perusahaan A. Apakah hal itu tidak memunculkan bias dalam persaingan usaha, mengingat hebatnya pengalaman Bung Hatta? Inilah yang Bung Hatta hindari. Ia ingin menjaga nama baik. Bukan hanya dirinya sendiri, tetapi nama baik bangsa dan negara.
Dalam catatan yang ditulis Meutia Farida Hatta Swasono, putri sulung Bung Hatta, keluarga Bung Hatta memang bukan keluarga yang mengejar kemewahan hidup. Bukan hanya Bung Hatta yang memiliki pikiran dan sikap demikian, juga istrinya Ny Rahmi Hatta. “Kita sudah cukup hidup begini, yang kita miliki hanya nama baik, itu yang harus kita jaga terus,” tulis Meutia menirukan kata ibunya (Kompas, 9/8/2002).
Sebagai orang yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan lebih tinggi dibanding saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air, Hatta merasa memiliki kewajiban untuk ikut menyebarkan pemikiran dan pemahaman, terutama dalam hal kehidupan dalam sebuah negara merdeka. Ia banyak menulis tentang bagaimana sengsaranya rakyat yang hidup dalam jajahan bangsa lain. Sebaliknya, bangsa yang menjajah hanya tinggal menikmati hasil dari keringat rakyat yang dijajah. Dalam sistem ini, secara tegas Hatta tidak melihat adanya keadilan.
Untuk menyadarkan rakyat akan pentingnya arti kemerdekaan, bukan hal yang mudah. Jauh lebih sulit lagi ketika harus menjelaskan apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika sudah merdeka. Rakyat Indonesia harus memiliki kesamaan pandang dalam menatap masa depan. Untuk itu rakyat perlu dididik. Yang paling mendasar adalah mereka bebas dari buta huruf, baca dan tulis. Sehingga pengetahuan mereka akan terus terbuka dengan membaca berbagai informasi yang beragam. Diharapkan nantinya akan muncul pemahaman yang baik mengenai perjalanan mengisi kemerdekaan. Tentu, membaca tidak akan berguna banyak bila tidak ada bahan bacaan. Maka, Bung Hatta secara konsisten membuat tulisan yang menggugah semangat kemerdekaan, mewujudkan cita-cita negara setelah kemerdekaan, mengelola negara dengan baik agar tidak malah menyusahkan rakyat di era yang sudah merdeka, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan berbagai tulisan lainnya.
Antara tulisan dan perbuatan Bung Hatta dengan sikap dan tindakannya tidak terjadi pertentangan. Ia adalah orang yang konsisten menjalankan sikap yang telah diambilnya. Tak perlu heran ketika tiba-tiba Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI pada 1 Desember 1956, karena merasa tidak cocok lagi Bung Karno yang menjadi presiden. Ia menganggap Bung Karno sudah mulai meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya. Sebagai pejuang demokrasi, ia tidak bisa menerima perilaku Bung Karno. Padahal, rakyat telah memilih sistem demokrasi yang mensyaratkan persamaan hak dan kewajiban bagi semua warga negara dan dihormatinya supremasi hukum. Bung Karno mencoba berdiri di atas semua itu dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami demokrasi dengan benar. Jelas, bagi Bung Hatta ini adalah sebuah contradictio in terminis. Di satu sisi ingin mewujudkan demokrasi, sedangkan di sisi lain duduk di atas demokrasi. Pembicaraan, teguran, dan peringatan terhadap Bung Karno, sahabatnya sejak masa perjuangan kemerdekaan, telah dilakukan. Tetapi, Bung Karno tidak berubah sikap. Hatta pun tidak menyesuaikan sikap dengan Bung Karno. Karena merasa tidak mungkin lagi menjalin kerja sama, akhirnya Bung Hatta memilih mengundurkan diri dan memberi kesempatan kepada Bung Karno untuk membuktikan konsepsinya.
Publik kemudian tahu, konsepsi Bung Karno ternyata mampu dimanfaatkan dengan baik oleh PKI dan Bung Karno jatuh dari kursi presiden secara menyakitkan. Namun, hal itu ternyata tidak berarti kesempatan akan diberikan kepada Hatta untuk membuktikan konsepsinya yang berbeda dengan Bung Karno. Hatta tak pernah kembali ke posisi eksekutif bangsa. Meskipun demikian, semua itu tidak mengurangi hasa hormat bangsa Indonesia pada Bung Hatta sebagai orang besar yang berjasa besar terhadap bangsa ini.
Bung Hatta memang tidak pernah menjadi presiden republik ini meski bila ditinjau dari jasa, pengetahuan, peran, dan risiko yang diambilnya, ia layak untuk menduduki jabatan itu. Kesempatan memang tidak datang padanya. Tetapi, ia telah menjadi bapak bangsa dengan moralitas tinggi. Ia adalah cermin dari tokoh yang lurus dan bersih serta memiliki nama baik yang senantiasa dijaganya. Sampai kini, nama Bung Hatta tetap baik dan harum di sanubari Bangsa Indonesia.

Nilai yang dapa di ambil dalam pandangan hidup bung hatta adalah tanggung jawab
Tanggung jawab yang sesungguhnya harus kita contoh seperti Pahlawan di atas yang senantiasa memiliki sifat, tegas dan jelas.

Reff : http://riezqa.blogspot.com/2007/07/mohammad-hatta-sang-proklamator.html

Blokade Israel Tewaskan Puluhan Warga Palestina


TEMA : MANUSIA DAN PENDERITAAN

Kekejaman Israel dengan melakukan blokade terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, sama saja dengan membunuh mereka secara perlahan karena ketiadaan pasokan barang kebutuhan hidup dan obat-obatan.

"Blokade Israel yang telah berlangsung selama empat tahun di Jalur Gaza telah mengakibatkan kematian puluhan warga Palestina karena masalah kesehatan akibat terhentinya pasokan obat-obatan untuk rumah sakit Gaza," ungkap kelompok hak asasi manusia Palestina.

"Masalah ini diperparah oleh ketidakmampuan para warga Palestina untuk bepergian ke luar negeri untuk melakukan perawatan medis," tambah mereka.

Blokade ilegal yang diterapkan Israel terhadap Jalur Gaza sejak 2006 lalu telah menurunkan kualitas hidup penduduk Jalur Gaza. "Blokade saat ini juga telah memberlakukan pembatasan terhadap arus impor dan ekspor barang ke dan dari Gaza, sehingga mencegah warga Gaza untuk bisa menikmati kondisi hidup yang lebih baik karena meningkatnya pengangguran dan kemiskinan," tambah mereka.

"Karena pengepungan, warga Gaza juga menderita ancaman terhadap akses mereka terhadap kebutuhan dasar, seperti air minum dan listrik."

"Selain itu, warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat sering mendapatkan perlakuan tak berperikemanusiaan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) serta sering merusak harta benda mereka. Perempuan menderita karena penahanan sewenang-wenang tentara Israel terhadap suami dan anak-anak mereka," tambah mereka.

Sering dengan tanpa alasan, pasukan Israel menerobos masuk ke dalam rumah serta melakukan penggeledahan. Selain diserang, dibom dan ditembak, warga Palestina juga menderita karena tanah mereka disita, rumah mereka dihancurkan sehingga para warga Palestina banyak yang tunawisma.

Sebanyak 35 perempuan Palestina kini ditahan di penjara-penjara IDF dalam kondisi yang menyedihkan, dengan perlakukan yang tidak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat manusia
Israel memang biadap dan seperti binatang , membuat Palestina menderita.

Akibat blokdade dan tembok gaza Rakyat Palestina sampai sekarang masih menderita, inilah yang harus di sadari oleh kita, sampai saat ini kita masih di berikan berkah dan kenikamatan

Referensi : http://knrp.or.id/berita/aktual/blokade-israel-tewaskan-puluhan-warga-palestina.htm

Antasari Akan Launching Buku Terkait Dugaan Rekayasa Kasusnya


TEMA : MANUSIA DAN KEADILAN

Terpidana pembunuhan Direktur PT PRB Nazrudin Zulkarnaen, Antasari Azhar, ternyata tengah menulis sebuah buku mengenai perjalanan hidupnya. Dalam buku tersebut ia juga akan menceritakan semua dugaan intervensi terhadap kasus yang dialaminya itu.

"Memang sejak dipenjara saya sudah siapkan untuk menuangkan perjalanan hidup saya kendalam buku, termasuk intervensi kasus saya ini," ujar Antasari saat menemui kunjungan anggota Dewan Penyelamat Negara (DEPAN), di LP Dewasa Tangerang, Jl Veteran, Tangerang, Jumat (22/4/2011).

Menurut Antasari, buku yang ditulisannya tersebut akan dirilis pada bulan Juni 2011. Namun, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini belum menyebutkan judul buku yang ia tulis di penjara tersebut.

Antasari sendiri mengaku terharu dengan adanya kunjungan DEPAN. Kunjungan sejumlah tokoh seperti Permadi (Partai Gerindra), Effendi Choirie (mantan anggota DPR FPKB) Suripto (MPP PKS), Yasril Ananta Baharudin (mantan anggota DPR FPG), Taslim (Ketua Perhimpunan Katolik), Pong Hardjatmo (artis senior), dan Mayjen purn Saurip Kadi (mantan Asisten Teritorial Angkatan Darat) yang mendukungnya ini membuat Antasari merasa doa yang selama ini ia panjatkan terjawab sudah.

"Dua tahun sudah doa saya akhirnya terjawab. Padahal dua tahun yang lalu tidak ada yang mau mendengarkan saya. Hari ini saya menangis setelah mendengar pernyataan teman-teman," kata Antasari yang didampingi istri dan kedua anaknya.

Antasari divonis 18 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan merencanakan pembunuhan terhadap Direktur PT PRB Nazrudin Zulkarnaen. Ia telah melakukan upaya banding dan kasasi namun keduanya ditolak.

Kasus ini kembali mencuat setelah Komisi Yudisial pada 13 April menemukan indikasi pelanggaran profesionalitas hakim yang menangani persidangan Antasari Azhar, setelah mempelajari pengaduan pengacara Antasari. KY mensinyalir ada sejumlah bukti-bukti penting yang justru tidak dihadirkan hakim. Bukti penting yang diabaikan itu seperti bukti dan keterangan ahli terkait senjata dan peluru yang digunakan dan pengiriman SMS dari HP Antasari.

Inilah yang terjadi di Indonesia, memang hukum di Indonesia ini bisa dengan mudah dibeli oleh orang yang beruang seperti Gayus dan masih banyak lagi dan termasuk Antasari, aparat penegak hukum kita saja bobrok, sampai kapan nilai moral bangsa Indonesia hancur sepert ini Wallahuallam

Referensi : http://www.detiknews.com/read/2011/04/22/131401/1623409/10/antasari-akan-launching-buku-terkait-dugaan-rekayasa-kasusnya?9911022